Makalah DINAMIKA PERKEMBANGAN NAHDLATUL ULAMA

Makalah DINAMIKA PERKEMBANGAN NAHDLATUL ULAMA


KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul          Dinamika Perkembangan Nahdlatul Ulama (NU)”. Walaupun dari sisi pengerjaan penulis tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan.
Maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini di buat, dalam rangka untuk memenuhi syarat tugas pada mata kuliah Ke-NU-an. Seiring dengan usaha kerja keras penulis, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, karena tanpa bimbingan dan dorongannya, penulis tidak akan menghasilkan karya tulis ini dengan baik.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya akan penulisan makalah ini yang masih memiliki kekurangan- kekurangan dan sangat jauh sekali dari kata sempurna. Hal tersebut mungkin di karenakan penulis masih sangat terbatas, dari segi kemampuan maupun ilmu pengetahuan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya dapat membangun dari pembaca semua.
Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih. Semoga makalah ini dapat di terima dengan baik dan mempunyai tanggapan yang positif. Harapan selanjutnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Amin Ya Robbal Alamin.
Jepara, Maret 2017          
                                                                            
Penulis,


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU. Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah disampaikan maka rumusan masalah yang disampaikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Kapan sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama?
2.      Bagaimana perjalanan Nahdlatul Ulama dalam partai politik?
3.      Bagaimana Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah sampai sekarang?

1.3.Tujuan

Dari Rumusan Masalah yang dijelaskan diatas maka dapat ditarik tujuan sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui kapan berdirinya Nahdlatul Ulama.
2.    Untuk Mengetahui bagaimana perjalanan Nahdlatul Ulama dalam partai politik.
3.    Untuk Mengetahui bagaimana Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah sampai sekarang.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama

Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai denganKomite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

2.2.Peranan Nahdlatul Ulama Dalam Partai Politik

Keinginan menjadi partai politik pertama kali muncul pada Muktamar Menes 1938 ketika membahas perlunya NU menempatkan wakil dalam Dewan Rakyat (Volksraad) atas usul cabang Indramayu. Usul itu ditolak dalam sidang dengan perbandingan suara, 39 menolak, 11 mendukung dan 3 abstain. Dengan ditolaknya usul ini, sampai awal masa kemerdekaan secara formal NU tetap menjadi organisasi keagamaan. Tetapi tidak berarti NU tidak pernah bersinggungan dengan hal-hal yang bersifat politis. Tercatat pada tahun 1935 tiga tahun menjelang Muktamar Menes, NU mengeluarkan keputusan dalam kaitan pembelaan negara dari ancaman musuh bahwa Indonesia adala negeri muslim. Dan pada masa pemerintahan Jepang NU menyatakan bahwa membantu Jepang dalam perang pasifik tidak wajib.
Awal perjalan politik raktis NU diawali pada tahun 1945, ketika bersama-sama organisasi Islam lainnya membentuk partai yang disebut Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) yang diumumkan berdiri tanggal 7 November 1945. NU menjadi anggota istimewa dan mendapat jatah kursi di Majlis Syuro. Dalam anggaran rumah tangga Masyumi, peranan Majlis Syuro disebutkan antara lain:
1.      Majlis Syuro berhak mengusulkan hal-hal yang bersangkut paut dengan politik kepada pimpinan partai
2.      Dalam soal politik yang bersangkut paut dengan masalah hukum agama maka pimpinan partai meminta fatwa dari Majlis Syuro
3.      Keputusan Majlis Syuro mengenai hukum agama bersifat mengikat pimpinan partai
4.      Jika Muktamar/Dewan Partai berpendapat lain daripada keputusan Majlis Syuro, maka pimpinan partai dapat mengirimkan utusn untuk berunding dengan Majlis Syuro dan hasil perundingan itu merupakan keputusan tertinggi
Dengan melihat anggaran rumah tangga tersebut, NU menganggap posisi Majlis Syuro cukup strategis. Agaknya hal ini yang membuat NU cukup puas dengan komposisi kepengurusan yang ada meskipun tak satu anggota NU yang duduk di kursi eksekutif partai.
Munculnya Partai Masyumi sebagai satu-satunya wadah aspirasi politik Islam memang mampu menyatukan kelompok-kelopom Islam yang berbeda paham. Tercata hanya Perti (Persatuan Tarbiyah Indonesia) yang tidak bersedia bergabung ke dalam Masyumi. Tetapi persatuan itu sebenarnya tidak berhasil melebur perbedaan visi kegamaan yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi perpecahan. Keadaan ini diperparah dengan tidak meratanya distribusi kekuasaan antar kelompok, sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Pada tahun 1947 beberap tokoh SI seperti Arudji Kartawinata dan Wondoamiseno keluar dari Masyumi dan mendirikan PSII (Partai Serikat Islam Indonesia). Dan dengan keluarnya PSII hancurlah mitos, Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam.
Dalam Muktamar Palembang tahun 1952 diputuskan bahwa NU keluar dari Masyumi. Hal ini disebabkan oleh sikap eksekutif partai yang tidak lagi menganggap Majlis Syuro sebagai dewan tertinggi. Meskipun secara formal Anggaran Rumah Tangga masih seperti semula tetapi pada praktiknya Majlis Syuro hanya dijadikan sebagai dewan penasehat yang keputusannya tidak mengikat, hal mana mengakibatkan kekecewaan NU dalam Masyumi. Kekecewaan itu juga dipicu oleh persoalan distribusi kekuasaan. Selama tiga kali pembagian kursi kabinet, NU selalu mendapat satu jatah, yaitu kursi menteri agama. Hal itu dapat dimaklumi karena NU memang miskin tenaga ahli yang terampil untuk memimpin suatu kementerian. Dan hanya menteri agama yang kiranya dapat diandalkan, karena NU merasa mempunyai tenaga untuk itu, karena itu dalam kabinet Wilopo tahun 1952 NU menghendaki agar kursi menteri agama tetap menjadi bagiannya. Tetapi sebagian besar anggota Masyumi tidak menyetujui hak itu, karena NU sudah tiga kali berturut-turut memegang jabatan menteri agama. Akhirnya melalui keputusan rapat keinginan U ditolak dan inilah yang memicu keluarnya NU dari Masyumi.
Setelah keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik yang berdiri sendiri pada tahun 1952, NU segera disibukkan dengan persiapan pemilihan umum pertama tahun 1955. Waktu yang dimiliki NU untuk bertarung dalam Pemilu 1955 relatif pendek jika dbandingkan dengan partai-partai besar lainnya. Namun demikian NU berhasil meraih 18,4 persen suara (45 kursi) di bawah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mendapatkan 22,3 persen suara (57 kursi) dan Masyumi yang memperoleh 20,9 suara (57 kursi).
Dalam Majlis Konstituante hasil Pemilu 1955, Nu dan partai Islam lainnya mempunyai keinginan yang sama yaitu memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Namun dari perolehan suara yang ada dapat diduga bahwa koalisi partai-partai Islam tidak akan mudah mengegolkan cita-cita politiknya. Kekuatan partai Islam bila dijimpun hanya memperoleh 45,2 persen dan koalisi kelompok nasionalis dan komunis memperoleh 42,8 persen. Berarti baik kelompok Islam maupun koalisi kelompok lain tidak ada yang memperoleh 2/3 suara yang dibutuhkan untuk memenangkan pemungutan suara. Perdebatan mengenai dasar negara akhirnya menemui jalan buntu dan diselesaikan dengan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang memutuskan:
1.      Pembubaran konstituante.
2.      Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) dan tidak berlakunya undang-undang sementara 1950.
3.       Pembentukan Majlis Permusyawarata Rakyat Sementara dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.

2.3.Kembalinya Nahdlatul Ulama Ke Khittah



Organisasi Nahdlatul Ulama awalnya memang hanya sebuah kepanitiaan kecil beranggotakan para kiai yang dinamakan “Komite Hijaz”. Komite ini bertugas menyampaikan aspirasi kepada penguasa tanah Hijaz atau Saudi Arabia yang baru, Raja Ibnu Saud, agar umat Islam tetap diberikan kebebasan untuk bermadzab, dan agar makam dan tempat-tempat bersejarah di tanah suci tidak diratakan dengan tanah. Dan aspirasi para kiai akhirnya dikabulkan oleh Raja Wahabi itu.
Tugas Komite Hijaz telah selesai, namun sayang jika komite ini dibubarkan. Kemudian para kiai melengkapi struktur kepengurusannya agar memenuhi syarat sebagai sebuah organisasi seperti yang lainnya pada zaman pergerakan kemerdekaan. 16 Rajab 1344 bertepatan dengan 31 Januari 1926 dicatat sebagai tanggal berdirinya organisasi NU.
Meski kemunculannya insidental, apa yang menyebabkan NU eksis dan menjadi organisasi muslim terbesar sampai sekarang? Tidak lain adalah khitahnya.
Khittah NU atau Khitah Nahdliyyah sudah ada jauh-jauh hari, bahkan sebelum organisasi ini berdiri. Khittah itu semacam kepribadian khas yang dimiliki oleh umat Islam di Nusantara.
Khitah NU baru didefinisikan secara rinci pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo, sekitar 58 tahun kemudian. Khittah NU ialah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU. Landasan itu ialah paham Ahlussunah Waljama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
Terkait Khittah NU atau disebut juga Khittah 1926, Muktamar tahun 1984 itu juga merumuskan secara detail mengenai dasar-dasar paham keagamaan NU, sikap kemasyarakatan, serta usaha-usaha yang dilakukan oleh NU di bidang keilmuan, dakwah dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Disebutkan, antara lain, bahwa NU mendasarkan faham keagamaanya kepada sumber-sumber: Al-Qur’an, As-Sunah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas. Lalu NU menggunakan jalan pendekatan (Al-Madzhab) di bidang akidah, mengikuti faham Ahlussunah Waljama’ah yang dipelopori oleh Imam Asy’ari dan Imam Maturidi, di bidang fiqh mengikuti salah satu dari mazhab empat, dan di bidang tashawuf, mengikuti antara lain Imam Baghdadi dan Imam Al-Ghazali.
Lalu sikap Kemasyarakatan NU terdiri dari empat hal yang utama. Pertama, sikap tawassuth dan i’tidal atau sikap berada di tengah-tengah, menjadi kelompok panutan, bertindak lurus, bersifat membangun, dan tidak ekstrim. Kedua, sikap tasamuh atau toleran di dalam perbedaan pendapat keagamaan serta toleran di dalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan. Ketiga, sikap tawazun atau keseimbangan dalam berkhidmah kepada Allah SWT, kepada sesama manusia dan kepada lingkungan hidup, serta keselarasan antara masa lalu, masa kini dan masa depan. Keempat, amar ma’ruf nahi mungkar atau kepekaan untuk mendorong perbuatan baik dan mencegah hal yang dapat merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Sementara itu perumusan Khittah NU itu berbarengan dengan satu perubahan besar dalam sejarah organisasi NU. Sejak tahun 1952 NU bermetamorfosis menjadi organisasi politik. Bahkan pada pemilu 1955 NU menjadi salah satu partai politik yang memenangi pemilu. Dalam perjalanan selanjutnya, sampai tahun 1984 itu, NU sudah tidak nyaman di zona politik. Lalu dipimpin oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU mengumumkan tidak lagi menjadi organisasi politik.
Pengumuman itu juga disebut sebagai langkah "Kembali Ke Khittah 1926", sehingga secara salah kaprah, Khittah NU sering didefinisikan sekedar bahwa NU sudah tidak lagi terlibat politik praktis. Padahal, maksud dari khittah NU mestinya lebih dari sekedar itu. Dan Khittah NU secara lebih rinci dan operasional terumuskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD/ART NU yang diperbaharui dalam Muktamar lima tahunan.


BAB III

PENUTUP

3.1.  Kesimpulan

Dari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Nahdlatul Ulama(Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar, Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah.
Awal perjalan politik raktis NU diawali pada tahun 1945, ketika bersama-sama organisasi Islam lainnya membentuk partai yang disebut Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) yang diumumkan berdiri tanggal 7 November 1945. NU menjadi anggota istimewa dan mendapat jatah kursi di Majlis Syuro.
Khitah NU baru didefinisikan secara rinci pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo, sekitar 58 tahun kemudian. Khittah NU ialah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU. Landasan itu ialah paham Ahlussunah Waljama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
Terkait Khittah NU atau disebut juga Khittah 1926, Muktamar tahun 1984 itu juga merumuskan secara detail mengenai dasar-dasar paham keagamaan NU, sikap kemasyarakatan, serta usaha-usaha yang dilakukan oleh NU di bidang keilmuan, dakwah dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, 2017, Nahdlatul Ulama, https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_'Ulama, diakses tanggal 20 maret 2017
Moh Najib Buchori, 2014, Perjalanan Sejarah Politik NU Sejak Berdiri Hingga Keputusan Kembali ke Khittah, https://mazinov.wordpress.com/2014/01/16/perjalanan-sejarah-politik-nu-sejak-berdiri-hingga-keputusan-kembali-ke-khittah/, diakses tanggal 20 maret 2017

Admin, 2014, maknah Khittah NU, http://www.nu.or.id/post/read/50866/makna-khittah-nu, diakses tanggal 21 maret 2017