makalah tentang ahlussunah waljamaah

makalah tentang ahlussunah waljamaah

makalah
ahlussunah waljamaah






Disususn oleh       : Ahmad Taufiq
Nim                      : 141250000073
Program studi      : Sistem Infomasi
Semester              : III




PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
JEPARA

2015


BAB I
Pendahuluan
A.Latar Belakang

Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlussunah wal Jama’ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.
Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu:
Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan Shahabatku berada. Hadits inilah yang sering digunakan oleh orang-orang NU sebagai salah satu dalil atau dasar tentang Ahlussunah wal Jamaah.

  Ahli sunnah wal jamaah adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada alqur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak ada dasar hukum pada alqur`an dan hadis
Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahlussunah wal Jama’ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun Mu’tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan pada ma anna alaihi wa ashabihi.Nah itulah latar belakang sosial dan latar belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapi karena ada sebab, ada ekstrim mutazilah yang serba akal, ada ekstrim jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun 40 H.
Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari dan hukum fiqihnyanya menggunakan imam madzhab sehingga golongan aswaja inilah golongan yang sifatnya luas.


B. Rumusan Masalah
1.    Pengertian  Ahlussunnah wal Jamaah.
2.    Dalil-Dalil Ahlussunnah wal Jamaah.
3.    Lahirnya Ahlussunnah wal Jamaah.
4.    Dasar-Dasar Akidah Ahlussunnah wal Jamaah.
5.    Tiga prinsip Utama dalam Paham Ahlussunnah wal Jamaah.



C. Tujuan
1.    Mengetahui pengertian  Ahlussunnah wal Jamaah.
2.    Mengetahui Dalil-Dalil Ahlussunnah wal Jamaah.
3.    Mengetahui Dasar-Dasar Akidah Ahlussunnah wal Jamaah.
4.    Mengetahui prinsip Utama dalam Paham Ahlussunnah wal Jamaah.

BAB II
Pembahasan
A.Pengertian  Ahlussunnah wal Jamaah.

     Pada saat sekarang ternyata masih ada orang yang belum faham apa itu ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA) dan bagaimana ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA).
Kalau membahas secara mendetail apa dan bagaimana itu Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA) memang sangat panjang dan untuk menulisnya membutuhkan banyak waktu,karna itu saya mencoba mencari tulisan mengenai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di beberapa Situs Blogger Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dan akhirnya saya menemukannya.
     Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .

a.       Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .
b.      Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.

     Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahli sunnah Wa Al Jamaah hanyalah skedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
     Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
     Kalimat Sunnah secara etimologi adalah Thoriqoh ( jalan ) meskipun tidak mendapatkan ridlo. Sedangan pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu nama suatu jalan yang mendapakan ridlo yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW, para khulafa’ al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Seperti yang telah disabdakan oleh Nabi :
       Ikutilah tindakanku dan tindakan para khlafaurrosyidin setelah wafatku.
     Sedangkan pengertian kalimat Jamaah adalah golongan dari orang-orang yang mempunyai keagungan dalam Islam dari kalangan para Sahabat, Tabi’in dan Atba’ Attabi’in dan segenap ulama’ salaf As solihin.
     Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syari’ah dan Fur’nya dan pernah dikerjakan oleh para nabi dan Sahabat sudah barang tentu merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wa aal jamaah seperti : Shalat Tarawih, witir, baca shalawat, ziarah kubur, mendo’akan orang yang sudah mati dll.

B. Dalil-Dalil Ahlussunnah wal Jamaah.

   Dari Abdullah bin Amr RA, bekata: "Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya umat Bani Isra'il terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan yang akan selamat." Para sahabat bertanya: "Siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran sahabatku.“(HR. Al-Tirmidzi).
Nahdlatul ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan  oleh para  ulama pesantren pada 16 rajab 1344 H/ 31 januari 1926 M di Surabaya. pendirinya adalah Hadratus Syaikh KH. Hasyim As’ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisyri Syansuri, KH. Nawawie Sidogiri, KH. Ridwan Abdullah, dan lain-lain.  Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal-jamaah dan mengikuti salah satu dari madzhab empat untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.  (Anggaran Dasar NU Bab IV pasal 5)
C. Lahirnya Ahlussunnah wal Jamaah.

     Secara generik pengertian Ahlusunnah Wa al Jama’ah (selanjutnya disebut Aswaja atau Sunni) adalah mereka yang selalu mengikuti perilaku Sunnah nabi dan para sahabatnya (ma ana ‘alaihi al-yaum wa ashhabi). Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya.
Sedangkan menurut Dhofier, Aswaja dapat diartikan sebagai para pengikut tradisi nabi dan kesepatan ulama (Ijma’ ulama). Dengan menyatakan diri sebagai pengikut nabi dan ijma’ ulama, para Kiai secara eksplisist membedakan dirinya dengan kaum moderis Islam, yang berpegang teguh hanya al-Qur’an dan al-Hadist dan menolak ijma’ ulama.
     Sebelum istilah Aswaja untuk menunjuk pada kelompok, madzhab, atau kekuatan politik tertentu, ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberi identifikasi terhadap aliran dan kelompok yang nantinya dikenal sebagai Aswaja. Marshall Hadgson menyebutnya Jama’i Sunni, sedangkan pakar lain menyebutkan Proto Sunnisme (embrio aliran sunni). Akan tetapi, istilah yang paling umum digunakan adalah Ahlusunnah wa al Jama’ah dan Ahlusunnah wa al Jama’ah wa al-atsar. Istilah ini digunakan oleh kelompok madzhab Hambali untuk menyebut kelompok dirinya yang merasa lebih berpegang pada perilaku nabi dan menentang kelompok rasionalis, filosofis, dan kelompok sesat.
Secara generik pengertian Ahlusunnah Wa al Jama’ah (selanjutnya disebut Aswaja atau Sunni) adalah mereka yang selalu mengikuti perilaku Sunnah nabi dan para sahabatnya (ma ana ‘alaihi al-yaum wa ashhabi).Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya.
     Selama ini yang kita ketahui tentang ahlusunnah waljama’ah adalah madzhab yang dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu Hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi, dalam praktek peribadatan mengikuti salah satu madzhab empat, dan dalam bertawasuf mengikuti imam Abu Qasim al Junaedi dan imam Abu Hamid al Ghazali.
     Kalau kita mempelajari Ahlussunnah dengan sebenarnya, batasan seperti itu nampak begitu simple dan sederhana, karena pengertian tersebut menciptakan definisi yang sangat eksklusif. Untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dahulu harus kita tekankan bahwa Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sesungguhnya bukanlah madzhab, Aswaja hanyalah sebuah manhaj Al-fikr (cara berpikir) tertentu yang digariskan oleh para sahabat dan muridnya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam mensikapi situasi politik ketika itu. Meski demikian, bukan berarti dalam kedudukannya sebagai Manhaj Al fikr sekalipun merupakan produk yang bersih dari realitas sosio-kultural maupun sosio-politik yang melingkupinya.
     Ahlusunnah tidak bisa terlepas dari kultur bangsa Arab “tempat Islam tumbuh dan berkembang untuk pertama kali”. Seperti kita ketahui bersama, bangsa arab adalah bangsa yang terdiri dari beraneka ragam suku dan kabilah yang biasa hidup secara peduli. Dari watak alami dan karakteristik daerahnya yang sebagai besar padang pasir watak orang arab sulit bersatu dan bahkan ada titik kesatuan diantara mereka merupakan sesuatu yang hampir mustahil.
     Di tengah-tengah kondisi bangsa yang demikian rapuh yang sangat labil persatuan dan kebersamaannya, Rasulullah diutus membawa Islam dengan misi yang sangat menekankan ukhuwah, persamaan dan persaudaraan manusia atas dasar ideologi atau iman. Selama 23 tahun dengan segala kehebatan, kharisma, dan kebesaran yang dimilikinya, Rosulullah mampu meredam kefanatikan qabilahmenjadi kefanatikan agama (ghiroh islamiyah).
     Jelasnya Rosulullah mampu membangun persatuan, persaudaraan, ukhuwah dan kesejajaran martabat dan fitrahmanusia. Namun dasar watak alami bangsa arab yang sulit bersatu, setelah Rosulullah meninggal dan bahkan jasad beliau belum dikebumikan benih-benih perpecahan, genderang perselisihan sudah mulai terdengar, terutama dalam menyikapi siapa figure yang tepat mengganti Rosulullah (peristiwa bani Saqifah).
     Perselisihan internal dikalangan umat Islam ini, secara sistematis dan periodik terus berlanjut pasca meninggalnya Rosulullah, yang akhirnya komoditi perpecahan menjadi sangat beragam. Ada karena masalah politik dikemas rapi seakan-akan masalah agama, dan aja juga masalah-masalah agama dijadikan legitimasi untuk mencapai ambisi politik dan kekuasaan.
Unsur-unsur perpecahan dikalangan internal umat Islam merupakan potensi yang sewaktu-waktu bisa meledak sebagai bom waktu, bukti ini semakin nampak dengan diangkatnya Ustman Bin Affan sebagai kholifah pengganti Umar bin Khattab oleh tim formatur yang dibentuk oleh Umar menjelang meninggalnya beliau, yang mau tidak mau menyisahkan kekecewaan politik bagi pendukung Ali waktu itu.
     Fakta kelabu ini ternyata menjadi tragedi besar dalam sejarah umat Islam yaitu dengan dibunuhnya Kholifah Ustman oleh putra Abu Bakar yang bernama Muhammad bin Abu Bakar. Peristiwa ini yang menjadi latar belakang terjadinya perang Jamal antara Siti Aisyah dan Sayidina Ali. Dan berikutnya keadaan semakin kacau balau dan situasi politik semakin tidak menentu, sehingga dikalangan internal umat Islam mulai terpecah menjadi firqoh-firqoh seperti Qodariyah, Jabbariyah, Mu’tazilah dan kemudian lahirlah Ahlussunnah. Melihat rentetan latar belakang sejarah yang mengiringi lahirnya Aswaja, dapat ditarik garis kesimpulan bahwa lahirnya Aswaja tidak bisa terlepas dari latar belakang politik.


D.Dasar-Dasar Akidah Ahlussunnah wal Jamaah.

Dasar dasar aqidah yang dianut oleh aswaja adalah disandarkan pada pemikiran Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Kedua tokoh ini dipandang sebagai imam aswaja dalam bidang aqidah. Jika ditelaah secara saksama metode berfikir dan pandangan tologis kedua sosok ini, maka benang merah yang dapat ditarik di sini adalah, bahwa tipologi pemikiran teologis dengan prinsip untuk tetap berpijak pada tradisi (al-sunnah) yang shahih dan cara pendekatan yang dapat memuaskan tuntutan penalaran tanpa mengabaikan (keluar) terlalu jauh dari makna yang tersurat dari teks, merupakan metode pemahaman keagamaan yang dicoba dikembangkan oleh Asy’ari dan al-Maturidi.
       
Metode ini, nampaknya merupakan suatu pemahaman keagamaan yang tidak hanya memberikan implikasi pada kehidupan individu, tetapi berimbas pada realitas sosial, yang melahirkan konsep harmonitas antara kerangka berfikir tekstual dan kontekstual. Jika hal ini dapat difahami secara benar dan dinamis, pada gilirannya akan melahirkan pola keberagaman yang “ramah” terhadap kultur dan karifan lokal, tanpa harus keluar dari semangat keislaman.
Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa aswaja merupakan suatu metode (manhaj) untuk memahami ajaran Islam yang berwatak sederhana (iqthishad), moderat (tawasut), toleran (tasamuh), adil (‘adalah) dan seimbang (tawazun), yang bersedia memahami segala sesuatu dalam “nuansa-nuansa”, bukan dalam tradisi “hitam-putih”.

E. Tiga Prinsip Utama dalam Paham Ahlussunnah wal Jamaah.

Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
1.    At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.(QS al-Baqarah: 143).
2.    At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)
3.    Al-i’tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8 )
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama’ah juga mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir’aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, “Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir’aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah”. (Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim, juz III hal 206).
BAB III
Penutup
A.Kesimpulan

definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .


a.       Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .

b.      Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.

bahwa aswaja merupakan suatu metode (manhaj) untuk memahami ajaran Islam yang berwatak sederhana (iqthishad), moderat (tawasut), toleran (tasamuh), adil (‘adalah) dan seimbang (tawazun), yang bersedia memahami segala sesuatu dalam “nuansa-nuansa”, bukan dalam tradisi “hitam-putih”.

Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
1.      At-tawassuth atau sikap tengah-tengah.
2.      At-tawazun atau seimbang dalam segala hal.
3.      Al-i’tidal atau tegak lurus.


B. Saran


     Demikianlah dalam hal ini penulis akhiri makalh ini, mohon maaf apabila dalam penulisan kata ada yang kurang berkenan, kritik dan saran penulis harapkan. Demi perbaikan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Syabab. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Jakarta: Syahamah Press, 2012)
Zaki Hadziq Moh, 2009, Konsep Aswaja Ala Mbah Hasyim Asy’ari, Jombang: Maktabah Pustaka Warisan Islam.

Latar belakang berdirinya ahlussunnah.                                   http://hakamabbas.blogspot.com/2014/07/latar-belakang-berdirinya-ahlussunnah.html Diakses pada 28 maret 2015

4 komentar

avatar
Balas
avatar

izin copas gan :v

Balas
avatar

sangat membantu mas thank you... :D

Balas
avatar
Balas